Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan filosofi Pratap Triloka yang terdiri atas tiga semboyan yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karsa dan Tut wuri handayani. Pratap Triloka ini memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran, dimana pada seorang berada seorang pemimpin pembelajaran harus menjadi teladan (Ing ngarso sung tulodo) di dalam mengambil keputusan dengan bijaksana yang tepat dan efektif dengan melakukan nilai-nilai kebajikan universal, berpihak kepada murid dan bertanggung jawab sebagai seorang pemimpin yang dapat diteladani. Seorang pemimpin pembelajaran dalam menerapkan ing madya mangun karsa dalam pengambilan keputusan dengan membangun motivasi intrinsik dapat dengan yakin mengambil keputusan tanpa keraguan bahwa mampu menjalankan keputusan tersebut dan dengan mendapatkan dukungan dari orang/lingkungan sekitar yang bisa menjadikan motivasi ekstrinsik agar dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Dan Tut wuri handayani sebagai seorang pemimpin pembelajaran memberikan ruang kepada murid untuk dapat memberikan sumbangsih di dalam menyelesaikan permasalahan dengan menerapkan 9 (Sembilan) Langkah pengambilan keputusan dan pengujian keputusan, dengan memberikan dorongan bagaimana sebagai seorang pemimpin juga dapat meng-empower orang disekitarnya untuk juga bisa menjadi calon pemimpin.
Di dalam pengambilan keputusan ada 3
prinsip resolusi penyelesaian dilema, yaitu:
1. Berpikir berbasis
hasil akhir
2. Berpikir berbasis
peraturan
3. Berpikir berbasis
rasa peduli
Di dalam setiap individu sudah tertanam nilai-nilai yang terbentuk baik oleh dirinya sendiri maupun lingkungan di sekitar yang mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Secara pribadi saya adalah tipe yang melakukan sesuatu harus berdasarkan urutan, aturan atau panduan dalam pelaksanaannya, sehingga prinsip yang sering kali dilakukan cenderung mengarah kepada berpikir berbasis peraturan. Akan tetapi, seiring saya mempelajari dan menggunakan 9 (Sembilan) Langkah pengambilan keputusan dan pengujian keputusan untuk menjadi seorang pemimpin pembelajaran harus mampu memilih prinsip yang paling tepat berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan yang ada pada situasi tersebut, dengan mengutamakan kepentingan murid dan dapat bertanggung jawab dalam mengambil keputusan tersebut. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus mampu mengambil keputusan dan melakukan refleksi dari semua keputusan tersebut, karena selama kegiatan pembelajaran bisa saja akan ada masalah-masalah yang timbul maka sebagai pemimpin pembelajaran akan semakin terlatih untuk mampu mengambil keputusan dengan waktu yang lebih singkat namun tepat dan efektif.
Pada saat kegiatan Ruang Kolaborasi – Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran, Fasilitator memberikan penguatan dalam melakukan pengujian pengambilan keputusan, agar dapat membedakan setiap permasalahan atau kasus yang sedang kita hadapi, antara lain apakah ada dilema etika (benar lawan benar) atau bujukan moral (benar lawan salah), dengan melakukan 9 (Sembilan) langkah pengambilan keputusan dan pengujian keputusan, jika pada uji benar atau salah ditemukan ada kesalahan maka itu merupakan bujukan moral dan kita harus melakukan yang benar. Kemudian ada juga permasalahan atau kasus yang muncul dapat kita selesaikan melalui Coaching, sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus lebih jeli dalam menilai permasalahan tersebut jika tidak ada nilai-nilai kebajikan universal yang saling berlawanan, maka permasalahan dapat diselesaikan antara lain dengan melakukan coaching model TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, Tanggung jawab).
Untuk seorang guru mampu mengambil keputusan yang tepat dan efektif maka dibutuhkan kemampuan sosial emosional yang baik, harus mampu bertahan saat menghadapi permasalahan sekaligus juga harus mampu memecahkan masalahnya. Bagaimana seorang guru dapat menempatkan posisinya pada saat mengambil keputusan. Guru harus mampu memahami dirinya dan orang lain, dan dapat bertanggung jawab dalam setiap keputusan yang diambil. Pengambilan keputusan juga membutuhkan dukungan dari orang di sekitar kita, jadi dibutuhkan interaksi dan komunikasi yang santun dan empatik agar mendapatkan keputusan yang tepat dan dukungan untuk setiap keputusan yang telah diambil.
Dalam setiap studi kasus ada 4 paradigma yang seringkali muncul, yaitu paradigma individu lawan masyarakat, keadilan lawan belas kasihan, kebenaran lawan kesetiaan dan jangka pendek lawan jangka Panjang, setelah ditemukan adanya nilai-nilai kebajikan yang bertentangan dalam kasus tersebut, maka dalam pengambilan keputusan akan menggunakan 3 prinsip resolusi yang sudah disebutkan di atas. Nilai-nilai sebagai seorang guru penggerak adalah Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Murid maka nilai-nilai inilah yang harus menjadi penuntun dalam kita memilih prinsip pengambilan keputusan.
Setiap pengambilan keputusan yang tepat belum tentu akan disetujui atau menguntungkan semua orang karenanya bisa mengakibatkan terjadinya pro dan kontra sehingga kemungkinan berdampak pada situasi, kondisi dan lingkungan tersebut. Namun sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus dapat mengambil keputusan yang dapat menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Bagaimana caranya, menurut saya dengan membangun hubungan yang baik dengan semua pihak dengan menjiwai nilai kolaboratif mampu membangun rasa kepercayaan dan rasa hormat antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya, serta mengakui dan mengelola perbedaan peran yang diemban oleh masing-masing tiap pemangku kepentingan sekolah dalam mencapai tujuan bersama.
Pada saat menjalankan keputusan terhadap kasus dilema etika yang kami diskusikan di komunitas praktisi sekolah, pada awalnya adalah bagaimana menyadari bahwa terjadinya dilema etika dan menentukan siapa saja yang terlibat dalam masalah tersebut. Pada saat ada orang tua murid yang terlibat dalam kasus tersebut maka untuk menjalankannya dibutuhkan pertimbangan yang dapat mengubah paradigma dilema etika. Karena bisa saja orang tua memiliki paradigma dan prinsip pengambilan keputusan yang berbeda dengan guru. Karena itu agar memiliki paradigma yang sama antara guru dan orang tua dibutuhkan kolaborasi untuk bersama menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan harus juga memperhatikan bagaimana memerdekakan murid-murid kita, oleh karena itu dengan guru menjadi teladan dalam mengambil keputusan, murid-murid diharapkan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan pada saat mereka menghadapi permasalahan yang bertanggun jawab. Pengajaran yang berpihak pada murid untuk mereka berkembang sesuai dengan kodrat dan zamannya.
Oleh sebab itu, dengan adanya filosofi Pratap Triloka yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran diharapkan akan mempengaruhi kehidupan saat ini dan masa depan murid-muridnya. Guru akan menjadi sahabat murid pada saat mereka menghadapi masalah yang akan mendampingi mereka untuk mendapatkan solusinya.
Setelah saya mempelajari modul Pengambilan
Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran dikaitkan dengan bagaimana seorang guru
menjadi teladan bagi murid untuk membentuk Profil Pelajar Pancasila dengan
memerdekakan mereka dalam pembelajaran termasuk di dalamnya untuk membangun kemampuan
sosial emosional dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan, dimana nilai
seorang guru penggerak harus berpihak pada murid. Dalam pengambilan keputusan
juga harus mampu mengenal permasalahannya apakah adanya dilema etika dan
bujukan moral untuk menyelesaikannya yang dapat diselesaikan dengan melakukan coaching
atau dengan melakukan 9 (Sembilan) langkah pengambilan keputusan dan pengujian
keputusan.
Demikianlah koneksi antar materi di
modul Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran. Semoga bermanfaat bagi semua guru yang merupakan pemimpin pembelajaran di kelasnya masing-masing.
Untuk pembaca dimohonkan untuk dapat memberikan masukan, saran dan penguatan pada blog saya ini.
Salam Guru Penggerak
